makalah : Jenis Masalah Belajar dan Identifikasi Peserta Didik Bermasalah dalam Belajar

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Belajar
Belajar merupakan kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap jenjang pendidikan. Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dan penting dalam keseluruhan proses pendidikan. Belajar adalah proses atau usaha yang dilakukan tiap individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan maupun sikap dan nilai yang positif sebagai pengalaman untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari. Kegiatan belajar tersebut ada yang dilakukan di sekolah, di rumah, dan di tempat lain seperti di museum, di laboratorium, di hutan dan dimana saja. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri dan akan menjadi penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Berikut ini adalah pengertian belajar menurut beberapa ahli :
1.      Menurut Winkel : Belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam penggelolaan pemahaman.
2.      Moh. Surya : Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang.



B.     Tujuan Belajar
Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan tugas belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercapai oleh siswa. Tujuan belajar adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsungnya proses belajar.
Benyamin S. Bloom menggolongkan bentuk tingkah laku sebagai tujuan belajar atas tiga ranah, yakni:
1.      Bidang Kognitif
Bidang ini berkaitan dengan perilaku pencapaian belajar yang berhubungan dengan pengetahuan dan berfikir. Ranah kognitif dibedakan atas 6 tingkatan :
a.      Pengetahuan (knowledge) mencakup kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaedah, teori, prinsip atau metode
b.      Pemahaman (comprehension) mencakup kemampuan menangkap arti dan makna hal yang dipelajari.
c.      Penerapan (aplication) mencakup kemampuan menerapkan metode dari kaedah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya menggunakan prinsip.
d.      Analisis (analysis) mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan dalam bagianbagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya menguraikan masalah menjadi bagian yang telah kecil.
e.      Sintesis (synthesis) mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya kemampuan menyusun suatu program kerja.
f.       Evaluasi (evaluation) mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya kemampuan menilai hasil karangan.

2.      Bidang Afektif
Bidang ini berkaitan dengan perilaku pencapaian belajar yang berhubungan dengan sikap yang sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
Ranah afektif (Karthwohl dan Bloom, dan kawankawan) terdiri dari lima jenis perilaku sebagai berikut :
a.        Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dna kesediaan memperhatikan hal tersebut. Misalnya kemampuan mengakui adanya perbedaan-perbedaan tersebut.
b.       Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Misalnya mematuhi aturan dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
c.       Pemikiran dan penentuan sikap, yang mencakup menerima sesuatu nilai, menghargai, mengakui dan menentukan sikap. Misalnya menerima sesuatu pendapat orang lain.
d.       Organisasi yang mencakup kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup. Misalnya menempatkan nilai dalam suatu skala nilai dan dijadikan pedoman bertindak secara bertanggung jawab.
e.        Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan menghayati nilai dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi. Misalnya kemampuan mempertimbangkan dan menunjukkan tindakan yang berdisiplin.

3.       Bidang Psikomotor
Bidang ini berkaitan dengan perilaku pencapaian belajar yang berhubungan dengan keterampilan dan kemampuan bertindak individu.
Ranah psikomotorik (Simpson) terdiri dari tujuh jenis perilaku :
a.       Persepsi, yang mencakup kemampuan memilah-milah (mendiskriminasikan) hal-hal secara khas, dan menyadari adanya perbedaan yang khas tersebut, misalnya pemilahan warna, angka 6 (enam) dan 9 (sembilan), huruf  b dan c.
b.       Kesiapan, yang mencakup kemampuan penempatan dari dalam keadaan dimana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini mencakup jasmani dan rohani. Misalnya posisi start lomba lari.
c.       Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh, atau gerak peniruan. Misalnya meniru gerak lari, membuat lingkaran di atas pola.
d.      Gerakan yang terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakan -gerakan tanpa contoh. Misalnya melakukan lompat-lompat tinggi dengan tepat
e.      Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap, secara lancar, efisien dan tepat. Misalnya bongkar pasang peralatan secara tepat.
f.       Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerakgerik dengan persyaratan khusus yang berlaku. Misalnya keterampilan bertanding lawan tanding.
g.       Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola-pola gerakgerik yang baru atas prakarsa sendiri. Misalnya kemampuan membuat kreasi tari baru.

C.  Jenis Masalah Belajar dan Identifikasi Peserta Didik Bermasalah dalam Belajar
1.      Jenis Masalah Belajar
Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakteristik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.
Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, di antaranya:            (a) learning disorder, (b) learning disfunction, (c) underachieve, (d) slow learner, (e) learning disabilities.
a.       Learning disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, siswa yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh: siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
b.      Learning disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat indra, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
c.       Under achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
d.      Slow learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
e.       Learning disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya. 
Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas akan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam prilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif. Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :
a.       Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
b.      Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah.
c.       Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
d.      Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta, dan sebagainya.
e.       Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
f.        Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti: pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.

Semetara itu, burton ( Abin Syamsuddin.2003) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, ditunjukkan dengan adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dalam belajar apabila:
a.       Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level­) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference)
b.      Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan,bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under achiever.
c.       Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga harus jadi pengulang (repeater).

2.      Identifikasi Peserta Didik Bermasalah dalam Belajar
Identifikasi masalah belajar siswa pada umumnya dapat dilakukan melalui penggunaan instrumen dalam bentuk non-tes. Instrumen non-tes adalah suatu instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang sikap, perilaku, pendapat, pernyataan, dan spontanitas individu. Di samping itu, instrumentasi non-tes berupa pengumpulan data tentang hal-hal yang berada di luar diri individu dan penilaiannya atau persepsinya terhadap pihak lain seperti keluarga, sekolah, dan kegiatan lain di masyarakat.
Instrumen yang termasuk program non tes dan terkait dengan masalah belajar pada umumnya berupa angket, skala sikap, panduan observasi, panduan wawancara, dan daftar cek masalah (DCM). Di bawah ini dijelaskan secara singkat tentang beberapa jenis instrumen yang tergolong kelompok non-tes yang terkait dengan informasi masalah belajar :
a)      Wawancara
Wawancara ialah tanya jawab antara pewawancara dengan yang diwawancara untuk meminta keterangan atau pendapat mengenai suatu hal. Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara khusus dan terencana. Jika wawancara dilakukan lebih mendalam misalnya dalam penelitian kualitatif disebut wawancara mendalam (deepth interview). Dalam usaha membantu persoalan peserta didik di sekolah (antara lain masalah belajar siswa), maka lebih membutuhkan wawancara konseling, yaitu wawancara mendalam, diwarnai afektif, dan bersifat menyembuhkan atau membantu persoalan yang dialami siswa.
Narasumber dari sebuah wawancara haruslah orang yang berkompeten dengan harapan informasi yang diberikan juga valid serta bisa dipercaya dan dipertanggung jawabkan. Wawancara terkait dengan masalah belajar lebih banyak menekankan diperolehnya informasi tentang gejala atau kebiasaan belajar yang dapat menimbulkan masalah belajar bagi diri siswa. Selain itu, wawancara perlu dilakukan untuk mengidentifikasi sumber penyebab masalah belajar, sehingga informasi tersebut dapat digunakan untuk merancang pengatasan masalah belajar yang dialami siswa tersebut.
b)      Observasi
Teknik pengamatan atau observasi merupakan salah satu bentuk teknik non-tes yang biasa dipergunakan untuk mengumpulkan fakta-fakta sikap dan perilaku individu secara seksama, cermat dan sistematis. Melalui pengamatan memungkinkan untuk mencatat perilaku dan kejadian yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh seorang pengamat (observer) terhadap individu (observe) tanpa ia sadari bahwa sedang diamati. Observasi berarti pengamatan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap gejala yang diteliti.
Dalam kaitannya dengan masalah belajar, observasi lebih berguna dalam mengamati gejala-gejala masalah belajar yang nampak atau dialami diri siswa. Perilaku siswa terkait dengan upaya dan kebiasaan belajarnya dapat lebih diketahui secara nyata melalui observasi. Namun, hasil observasi tersebut tidak dapat menjawab secara runtut tentang sebab-akibat masalah belajar yang dialami siswa. Oleh karena itu, data atau informasi tentang penyebabnya harus melalui teknik pengumpulan data yang lain, misalnya wawancara, atau angket.
c)      Angket
Angket seringkali juga disebut sebagai kuesioner. Menurut Soesilo (2014) angket adalah suatu daftar pertanyaan tertulis yang terinci dan lengkap yang harus dijawab oleh responden tentang pribadinya atau hal hal yang diketahuinya. Melalui angket, hal-hal tentang diri responden dapat diketahui, misalnya tentang keadaan atau data dirinya seperti pengalaman, sikap, minat, kebiasaan belajar, dan termasuk pandangan diri responden terhadap suatu hal. Isi angket dapat berupa pertanyaan-pertanyaan kepada responden. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh jawaban yang objektif. Dalam upaya pengumpulan data tersebut, perlu dijalin kerja sama antara pemberi angket dan responden melalui pengantar angket yang menjelaskan maksud dan tujuannya, sehingga responden terdorong bekerja sama dan rela mengisinya dengan jujur.
Salah satu kelebihan penggunaan angket adalah cukup banyaknya informasi yang diperoleh dengan menyebarkan suatu angket. Melalui angket dapat diketahui tentang identifikasi masalah belajar, penyediaan dan kondisi sarana belajar, kebiasaan belajar maupun sumber penyebab masalah belajar yang dialami siswa. Selain itu, dengan menggunakan angket dapat diperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan seperti di atas dari sejumlah siswa secara relatif cepat.
d)      Skala Sikap
Sikap menggambarkan tentang kecenderungan berperilaku atau reaksi seseorang terhadap objek atau stimulus yang datang padanya. Sikap juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung (unfavourable) pada suatu objek.
Instrumen yang mengukur tentang sikap tersebut biasanya disebut sebagai skala sikap. Skala sikap hampir sama seperti angket. Perbedaannya hanya terdapat pada variabel yang ditanyakan kepada responden. Skala sikap hanya menanyakan tentang sikap responden yang terkait dengan suatu variabel atau objek, misalnya tentang kebiasaan belajar mandiri, motivasi belajar. Sedangkan angket dapat mengukur banyak variabel, dan jawaban responden tidak dapat di-skoring (nilai) dan juga tidak dapat diskalakan. Jawaban setiap item dalam skala sikap mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain: Sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS).
Melalui skala sikap guru dapat mengetahui kondisi sikap, dan kebiasaan serta motivasi belajar siswa. Dengan demikian, terkait dengan masalah belajar, skala sikap hanya dapat digunakan untuk mengetahui atau mendeskripsikan kondisi sikap, dan kebiasaan serta motivasi belajar siswa. Berdasar data tersebut, masing-masing siswa dapat dikategorikan ke dalam kelompok atau golongan berkondisi baik, atau sebaliknya bermasalah tentang sikap, dan kebiasaan serta motivasi belajarnya. Setidak-tidaknya data tersebut sebagai informasi awal untuk mengetahui siapa saja siswa yang bermasalah dalam kaitannya dengan belajar. Sedangkan informasi mengenai sumber penyebabnya dapat diperoleh melalui kegiatan wawancara. Dengan data tersebut diharapkan pihak sekolah dapat mengupayakan usaha yang terbaik untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas belajar siswa.

e)      Daftar Cek Masalah
Masalah peserta didik merupakan suatu hal yang penting diketahui oleh guru, karena adanya masalah tersebut dapat menyebabkan hambatan kelancaran studi peserta didik. Oleh karena itu, masalah belajar yang menimpa diri siswa harus segera diatasi agar tidak menganggu aktivitas belajar yang bersangkutan.
Daftar Cek Masalah (DCM) merupakan instrumen sejenis angket yang khusus disusun untuk merangsang atau memancing pengutaran masalah-masalah yang pernah atau sedang dialami seseorang. DCM sebagai sejenis angket yang berisikan item-item pernyataan permasalahan yang kemungkinan terjadi pada diri responden. DCM terdiri sekitar 12 bidang permasalahan (kesehatan, keuangan, pergaulan/social, agama/kepercayaan, pekerjaan/jabatan, keluarga, kepribadian/emosional, penyesuaian terhadap kurikulum, penyesuaian terhadap sekolah, kebiasaan belajar, rekreasi, asmara/percintaan) dimana setiap bidang disajikan sekitar 20 item pernyataan permasalahan, sehingga total item dalam suatu instrument DCM sekitar 240 butir. Responden hanya memberikan tanda silang (×) pada item yang dimaksud, jika mengalami masalah seperti yang diuraikan dalam item tersebut.
Guru atau pihak sekolah dapat mengetahui siswa yang sering tidak sekolah ini dari presensi kelas. Namun untuk mengetahui faktor penyebabnya maka guru dapat memanggil orangtua ke sekolah untuk menanyakan perihal seringnya siswa tidak sekolah, atau melakukan home visit.


Komentar

  1. ini daftar pustakanya mana yah hehehhe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sudrajat,akhmad.2011.mengatasi masalah siswa melalui layanan konseling individual. Yogyakarta: Paramitra Publishing

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan praktikum : UJI ENZIM KATALASE

RPP PEMBELAJARAN TERPADU MODEL WEBBED

makalah strategi,metode, teknik, model pembelajaran seni tari di SD